08 April 2020, Hari Rabu dalam Pekan Suci
Yesaya 50:4-9a
Mzm 69:8-10.21bcd-22.31.33-34
Matius 26:14-25
Antifon komuni:
Putra Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang.
Reaksi spontan,
Dan ketika mereka sedang makan, Ia berkata, “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya seorang di antara kamu akan menyerahkan Aku.” Dan dengan hati yang sangat sedih berkatalah mereka seorang demi seorang kepada-Nya, “Bukan aku, ya Tuhan?” (Mat 26:21-22) Ada beragam reaksi langsung dalam diri kita juga mendengar bagaimana mungkin Yudas bisa mengkhianati Tuhan? Mereka telah bersama-sama kurang lebih tiga tahun mengenal dan seperasaan dalam perjalanan bersama keluar masuk kota dan desa untuk memberitakan pertobatan karena Kerajaan Allah sudah dekat. Atau, bagaimana mungkin para rasul yang lain tidak mengetahui Yudas akan berbuat itu? Atau mendengar dan membaca Injil hari ini, kita langsung ingat akan pengkhianatan kita sendiri, bukan pertama-tama langsung kepada Tuhan, tetapi kepada sesama kita, terutama terhadap orang-orang yang kita cintai, sahabat, mitra usaha, dan seterusnya. Atau, tentang orang lain yang mengkhianati kita.
Jika kita refleksi sejarah kemanusiaan,
Seperti terkutip dalam Alkitab, sering ditandai oleh sejarah pengkhianatan dan perselingkuhan. Dari awal penciptaan, kita mengetahui Adam dan Hawa mengkhianati kepercayaan Allah di Taman Eden. Sejak saat itu, pengkhianatan tumbuh menjadi kekuatan yang menggerogoti manusia. Kain mengkhianati Habel dan membunuhnya. Yakub mengkhianati Esau, Rebecca mengkhianati Ishak. Raja Daud mengkhianati Tuhan dan perwira setianya dengan mengirimnya ke medan perang untuk dibunuh guna menutupi tindakan perzinahannya dengan istrinya. Sepanjang sejarah Israel, nabi demi nabi ditolak, dianiaya, dan beberapa dibunuh oleh orang-orang ketika mereka dipanggil untuk bertobat, kembali kepada Tuhan.
Dalam kehidupan kita sendiri,
Seringkali kita mengetahui ada anak-anak yang telah mengkhianati cinta orangtuanya. Ketika anak-anak masih muda, orangtua membuat banyak pengorbanan untuk mereka. Ketika orangtua sudah menjadi lebih tua, anak-anak memperlakukan orangtua dengan buruk dan meninggalkannya. Ketika masih muda, orangtua seringkali toleran terhadap kebodohan dan kesalahan mereka, tetapi sekarang mereka tidak toleran terhadap orangtuanya yang karena ketidaktahuan teknologi atau kebodohan / “kekunoan” cara pikiran atau lambat dalam melakukan sesuatu. Ada banyak dalam pernikahan telah menderita banyak secara emosional dan mental karena pengkhianatan cinta oleh pasangan mereka. Terkadang, kita mendengar pula ada mitra bisnis yang menipu perusahaan, atau staf lama yang mencuri rahasia perusahaan dan daftar pelanggan untuk diberikan kepada pesaing mereka. Namun, mari kita jujur, kita juga telah mengkhianati orang lain. Jadi sebelum kita mengutuk orang lain karena mengkhianati kita, mari kita lihat diri kita terlebih dahulu dengan jujur. Bukankah kita juga telah mengkhianati Tuhan kita dan orang-orang yang kita kasihi dalam beberapa hal dan pada suatu waktu dalam hidup kita?
Mari kita merefleksikan diri kita, mengapa kita mengkhianati sesama?
Dari beberapa pakar, secara singkat, kita mengetahui Yudas mengkhianati Yesus karena kerakusan akan uang. Dalam kepercayaan yang diberi komunitas, ia memiliki kesempatan menggunakan uang komunitas untuk kepentingan dirinya sendiri, sekecil apapun itu dengan mengatasnamakan komunitas, termasuk atas nama keluarga. Ia menjual Yesus kepada musuh-musuh-Nya seharga 30 keping perak, harga seorang budak (Kel 21:32). Jadi, ada kebiasaan memanupulasi segala sesuatu untuk kepentingan diri menjadi awal sebuah pengkhianatan.
Alasan lain, keinginan untuk turut masuk dalam kekuasaan. Yudas menurut pikirannya sendiri melihat Yesus diterima dengan penuh kemenangan ketika Dia memasuki kota Yerusalem, Hossana Putra Daud. Yesus adalah orang yang dapat memulihkan kejayaan bangsa Israel, seperti pada waktu Raja Daud atau Salomo. Dan, sebagai bendahara, orang kepercayaan tentu dia akan diangkat pada posisi terhormat ketika Dia berkuasa. Yudas terlambat menyadari bahwa jalan Yesus adalah tanpa kekerasan dan kerajaan yang didirikan Yesus bukanlah kerajaan duniawi. Yudas mengubah kesetiaannya, ia meninggalkan Yesus sebagai “Tuhan”, dan memanggil Yesus sebagai “Rabi”, yang berarti “Guru”. Disadari atau tidak Yudas menempatkan dirinya sendiri sebagai “Tuan” dan menyerahkan Yesus sebagai alat politiknya. Jadi, perilaku memanfaatkan sesama demi kepentingan diri, bahkan yang dikemas atau berkedok tujuan luhur dan mulia (pelayanan dan agama) pun dapat melahirkan sebuah pengkhianatan terhadap Tuhan dan sesama.
Alasan berikutnya, Yudas ingin Yesus bertindak sesuai denga rencana dan rancangannya. Dia tidak sabar Yesus bertindak terhadap orang-orang Romawi. Yudas menempatkan musuhnya berarti musuh Yesus, bukan musuh Yesus adalah musuhnya. Sedangkan Yesus, tidak mengambil apapun dari apa yang telah diberikan Bapa kepada-Nya, melainkan tetap menjalankan apa yang dikehendaki Bapa. Perbedaan secara prinsip ini membawa pada efek bumerang. Yudas tidak mampu melihat Yesus, Tuhannya, diperlakukan sebagai seorang tahanan, diinterogasi, dicambuk, dan akhirnya dihukum mati di salib. Yudas tidak bisa memaafkan dirinya sendiri atas apa yang dia lakukan. Hal ini peringatan keras bagi kita terhadap rancangan manusia yang rapuh, kebanggaan manusia yang semu, definisi kesuksesan manusia yang fana.
Hari ini, kita tidak boleh membiarkan Setan masuk ke dalam hati kita seperti Yudas menutup hatinya sebagaimana kita mengetahui dari St. Yohanes berkomentar, “Jadi, setelah menerima sepotong roti, ia segera pergi. Dan itu malam. " (Yoh 13:30). Yesus sampai detik terakhir tidak menghakimi Yudas, tetapi memberi roti, tubuh-Nya sendiri. Hati yang tertutup tidak menyadari hal ini. Jadi, yang kita perlukan hanyalah tetap membuka hati kita kepada kasih-Nya bagi kita di kayu salib, berani jujur terbuka mengakui dan terbuka terhadap dosa-dosa kita maka yang terjadi adalah rahmat Allah akan memenuhi hati kita. Tidak ada kata terlambat untuk kembali kepada Yesus.
The Most Rev William Goh
-disadur RDG
Diunggah: frater | Tanggal: 08-04-2020 06:24
Tags: homili-renungan